Paragraf Deduktif
Melemahnya
Nilai Tukar Rupiah
Nilai
tukar rupiah saat ini terhadap mata uang dolar AS sedang melemah. Hal yang sama
juga dialami oleh mata uang beberapa negara berkembang lainnya. Selain itu
Indonesia juga mengalami pelemahan pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Melemahnya nilai tukar rupiah disebabkan oleh melemahnya pertumbuhan ekonomi
Amerika Serikat dan Eropa dampak dari penghentian stimulus Fiskal dan bank
sentral Amerika Serikat (The Fed). Saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar
AS telah mencapai Rp 11.450,00.- . Hal ini menyebabkan melemahnya pertumbuhan
ekonomi. Rupiah kini menjadi mata uang Asia yang terlemah kedua setelah rupee
India.
Rupiah melemah karena
penawaran atasnya tinggi dan permintaan atasnya rendah. Jadi nilai tukar sebuah
mata uang ditentukan oleh relasi penawaran dan permintaan atas mata uang itu
sendiri. Jika permintaan atas sebuah mata uang meningkat, sementara penawaran
tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang tersebut akan meningkat,
begitupun sebaliknya. Faktor yang menyebabkan penawaran atas Rupiah tinggi
sedangkan permintaan atas Rupiah rendah yaitu:
1. Keluarnya
sejumlah besar investasi portofolio asing dari indonesia. Ini adalah akibat
dari rencana pengurangan Quantitative Easing (QE) oleh The Fed Hal ini dapat
dilihat dari IHSG yang menurun.
2. Neraca
nilai perdagangan yang Indonesia mengalami defisit. Artinya adalah ekspor lebih
kecil dari pada impor. Ekspor akan menyebabkan meningkatnya permintaan atas
mata uang Rupiah, karena dalam ekspor terjadi pertukaran mata uang negara yang
dituju dengan mata uang eksportir. Pertukaran yang terjadi karena eksportir
membutuhkan hasil akhir ekspor dalam bentuk mata uang negara Indonesia agar
dapat digunakan dalam usahanya. Dan pada tahun 2013 Indonesia telah mengalami
defisit neraca perdagangan sebesar US$ 3,3 miliar. Defisit neraca perdagangan
Indonesia terbesar disebabkan oleh importasi minyak Indonesia.
Dampak
dari melemahnya nilai tukar Rupiah adalah meningkatnya harga komoditi barang
impor baik itu konsumsi maupun alat produksi (bahan baku dan barang modal).
Kenaikan harga tersebut dikarenakan komoditi impor dipatok dengan mata uang
negara asalnya. Dengan naiknya harga-harga barang maka akan menyebabkan
terjadinya inflasi berdasarkan informasi yang didapat inflasi pada bulan
Agustus mencapai 1,24%. Naiknya harga barang impor akan merugikan pihak
konsumen jika tidak dapat mengimbanginya dengan pendapatan yang mereka terima,
lalu pihak usahawan yang alat-alat produksinya terutama bahan bakunya semua
impor. Selain meningkatnya harga barang impor dampak yang terjadi akibat
menurunnya nilai tukar Rupiah menyebabkan naikknya nominal Rupiah dari hutang
luar negeri. Naiknya nominal Rupiah dari hutang luar negeri akan berdampak
pada:
1. Hutang
swasta.
2. Hutang
Pemerintah.
Hutang pemerintah akan memberi dampak
pada Anggaran Pedapatan Belanja Negara(APBN) yang akan mengurangi atau mencabut
subsidi oleh rakyat dampaknya juga akan terkena dan dirasakan oleh rakyat.
3. Meningkatnya
penawaran atas Rupiah.
Negara Indonesia harus menukarkan mata uang Rupiah
dengan mata uang pembayaran hutang yang mengakibatkan nilai tukar Rupiah
semakin melemah.
Namun
tidak semua dirugikan akibat melemahnya nilai mata uang Rupiah beberapa sektor
usaha yang dapat mendapat untung dari melemahnya nilai tukar Rupiah ini. Sektor
tersebut adalah pengusaha ekspor yang bahan bakunya sebagian besar berasal dari
dalam negeri contohnya adalah eksportir kakao di Sulawesi Selatan, dan para
pengusah ekspor yang sudah bertransaksi dengan menggunakan mata uang dolar AS.
Langkah
yang diambil oleh pemerintah untuk menstabilkan perekonomian Indonesia akibat
melemahnya nilai tukar melalui Rapat Dewan Gubernur adalah:
1. Menaikkan
BI Rate sebesar 7%, suku bunga Lending Facility (LF) sebesar 7%, dan suku bunga
Deposit Facility (DF) sebesar 5,25%.
2. Memperkuat
stabilitas nilai tukar Rupiah sejalan dengan kondisi fundamental perekonomian
Intervensi ganda melalui pasokan valas dan pembelian SBN dari pasar sekunder
terus dilanjutkan secara terukur.
3. Memperkuat
pengelolaan likuiditas di pasar uang dan perbankan agar tetap terjaga untuk
mendukung stabilitas pasar keuangan, industri perbankan, dan stbilitas sistem
keuangan secara keseluruhan.
4. Memperkuat
kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan kredit dan manajemen risiko
perbankan.
5. Memperkuat
kerjasama antar bank sentral dalam kebijakan moneter dan stabilitas keuangan.
Paragraf Induktif
Melemahnya
Nilai Tukar Rupiah
Melemahnya
pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Eropa dampak dari penghentian stimulus
Fiskal dan bank sentral Amerika Serikat (The Fed). Dengan melemahnya
pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Eropa membuat terjadinya krisis global.
Dampaknya sangat terasa dinegara-negara yang sedang berkembang cepat. Indonesia
pun tidak luput terkena imbasnya yang
menyebabkan melemahnya pertumbuhan ekonomi. Dengan melemahnya pertumbuhan
ekonomi Amerika Serikat dan Eropa yang mengakibatkan nilai tukar rupiah menjadi
Rp 11.450,00.-. Dan menjadikan Rupiah kini menjadi mata uang Asia yang terlemah
kedua setelah rupee India. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Nilai tukar rupiah saat ini terhadap mata
uang dolar AS sedang melemah.
Nilai
tukar sebuah mata uang ditentukan oleh relasi penawaran dan permintaan atas
mata uang itu sendiri. Jika permintaan atas sebuah mata uang meningkat,
sementara penawaran tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang tersebut
akan meningkat, begitupun sebaliknya. Faktor yang menyebabkan penawaran atas
sebuah mata uang tinggi sedangkan permintaan atas uang tersebut rendah yaitu:
1. Keluarnya
sejumlah besar investasi portofolio asing dari indonesia. Ini adalah akibat
dari rencana pengurangan Quantitative Easing (QE) oleh The Fed Hal ini dapat
dilihat dari IHSG yang menurun.
2. Neraca
nilai perdagangan yang Indonesia mengalami defisit. Artinya adalah ekspor lebih
kecil dari pada impor. Ekspor akan menyebabkan meningkatnya permintaan atas
mata uang Rupiah, karena dalam ekspor terjadi pertukaran mata uang negara yang
dituju dengan mata uang eksportir. Pertukaran yang terjadi karena eksportir
membutuhkan hasil akhir ekspor dalam bentuk mata uang negara Indonesia agar
dapat digunakan dalam usahanya. Dan pada tahun 2013 Indonesia telah mengalami
defisit neraca perdagangan sebesar US$ 3,3 miliar. Defisit neraca perdagangan
Indonesia terbesar disebabkan oleh importasi minyak Indonesia.
Jadi berdasarkan uraian
yang ada datas dapat dikatakan penawaran atasnya tinggi dan permintaan atasnya
rendah merupakan penyebab melemahnya nilai mata uang Rupiah.
Akhir-akhir
ini terjadi peningkatan harga komoditi barang impor baik itu konsumsi maupun
alat produksi (bahan baku dan barang modal). Kenaikan harga tersebut
dikarenakan komoditi impor dipatok dengan mata uang negara asalnya. Dengan
naiknya harga-harga barang maka akan menyebabkan terjadinya inflasi berdasarkan
informasi yang didapat inflasi pada bulan Agustus mencapai 1,24%. Naiknya harga
barang impor akan merugikan pihak konsumen jika tidak dapat mengimbanginya
dengan pendapatan yang mereka terima, lalu pihak usahawan yang alat-alat
produksinya terutama bahan bakunya semua impor. Selain itu adanya peningkatan
nominal Rupiah dari hutang luar negeri. Naiknya nominal Rupiah dari hutang luar
negeri akan berdampak pada:
1. Hutang
swasta.
2. Hutang
Pemerintah.
Hutang pemerintah akan memberi dampak
pada Anggaran Pedapatan Belanja Negara(APBN) yang akan mengurangi atau mencabut
subsidi oleh rakyat dampaknya juga akan terkena dan dirasakan oleh rakyat.
3. Meningkatnya
penawaran atas Rupiah.
Negara Indonesia harus menukarkan mata uang Rupiah
dengan mata uang pembayaran hutang yang mengakibatkan nilai tukar Rupiah
semakin melemah.
Semua masalah yang
terjadi mulai dari meningkatnya harga barang-barang impor dan meningkatnya
nominal Rupiah dari hutang luar negeri merupakan dampak dari melemahnya nilai
tukar rupiah yang berimbas kesemua sektor.
Sektor
pengusaha ekspor yang bahan bakunya sebagian besar berasal dari dalam negeri misalnya
adalah eksportir kakao di Sulawesi Selatan, dan para pengusah ekspor yang sudah
bertransaksi dengan menggunakan mata uang dolar AS. Contoh eksportir tersebut
adalah eksportir yang tidak dirugikan melainkan mendapatkan keuntungan dari
melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS.
Dalam
Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan pada tanggal 29 Agustus 2013 Dewan Gubernur
memutuskan :
1. Menaikkan
BI Rate sebesar 7%, suku bunga Lending Facility (LF) sebesar 7%, dan suku bunga
Deposit Facility (DF) sebesar 5,25%.
2. Memperkuat
stabilitas nilai tukar Rupiah sejalan dengan kondisi fundamental perekonomian
Intervensi ganda melalui pasokan valas dan pembelian SBN dari pasar sekunder
terus dilanjutkan secara terukur.
3. Memperkuat
pengelolaan likuiditas di pasar uang dan perbankan agar tetap terjaga untuk
mendukung stabilitas pasar keuangan, industri perbankan, dan stbilitas sistem
keuangan secara keseluruhan.
4. Memperkuat
kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan kredit dan manajemen risiko
perbankan.
5. Memperkuat
kerjasama antar bank sentral dalam kebijakan moneter dan stabilitas keuangan.
Langkah diatas
merupakan langkah yang diambil oleh pemerintah untuk menstabilkan perekonomian
Indonesia akibat melemahnya nilai tukar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar