Blogger Backgrounds

Selasa, 03 Juli 2012

Defisit Anggaran Negara Tahun 2011 Dua Kali Tahun Sebelumnya


Defisit Anggaran Negara Tahun 2011 Dua Kali Tahun Sebelumnya

Tulisan ke-7
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyimpulkan, kenaikan pendapatan negara lebih kecil ketimbang kenaikan belanja negara tahun 2011 atau angka defisit anggaran negara tahun 2011 dua kali lebih besar dari angka defisit tahun 2010. Ketua BPK Hadi Poernomo menyebutkan, realisasi pendapatan negara dalam Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2011 tercatat Rp 1.211 triliun, sedangkan realisasi belanja negara Rp 1.295 triliun.
“Pendapatan negara tahun 2011 mencapai 103,5% dibanding anggaran Rp 1.170 triliun. Pendapatan negara tersebut naik Rp 216 triliun atau naik 21,64% dibanding realisasi pendapatan negara tahun 2010 yang mencapai Rp 995 triliun,” Hadi menyatakannya ketika Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/6).
Sidang Paripurna DPD mengagendakan penyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2011 oleh BPK yang dibacakan Ketua BPK. Setelah memeriksa LKPP tahun 2011, BPK mencatat bahwa dalam Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2011 Pemerintah melaporkan realisasi pendapatan Rp 1.211 triliun dan realisasi belanja Rp 1.295 triliun. Pendapatan negara tahun 2011 mencapai 103,5% dibanding anggaran yang mencapai Rp 1.170 triliun.
Ia menjelaskan, jenis pendapatan negara yang kenaikannya paling tinggi tahun 2011 ialah penerimaan perpajakan. Tahun 2011, realisasi penerimaan perpajakan Rp 874 triliun atau 99,43% dari anggaran yang mencapai Rp 879 triliun. “Realisasi penerimaan perpajakan tersebut naik Rp 150,57 triliun atau naik 20,82% dari realiasasi penerimaan perpajakan tahun 2010 yang mencapai Rp 723 triliun,” Hadi menyambung.
Sementara itu, belanja negara tahun 2011 yang meliputi belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah Rp 1.295 triliun atau 98,11% dari anggaran yang mencapai Rp 1.321 triliun. Belanja negara tahun 2011 mengalami kenaikan menjadi Rp 253 triliun atau 124,28% jika dibandingkan belanja negara tahun 2010 yang mencapai Rp 1.042 triliun.
Namun, kenaikan pendapatan negara lebih kecil dibanding kenaikan belanja negara, sehingga menimbulkan defisit anggaran negara yang semakin besar. Defisit anggaran tahun 2011 mencapai Rp 84 triliun atau hampir dua kali defisit anggaran negara tahun 2010 yang mencapai Rp 47 triliun. “Defisit anggaran negara yang meningkat diimbangi kenaikan pembiayaan,” Hadi menjelaskan. Pembiayaan tahun 2011 mencapai Rp 131 triliun atau 142,39% dibandingkan pembiayaan tahun 2010 yang mencapai Rp 92 triliun.
Ketua DPD Irman Gusman menyatakan, hasil pemeriksaan BPK terhadap pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara memiliki arti penting guna mendukung perwujudan good governance. Merujuk fungsi pengawasan DPD atas pelaksanaan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU APBN), penyampaian LHP atas LKPP oleh BPK merupakan masukan sangat berharga dalam menilai kinerja Pemerintah.
Penyampaian LHP atas LKPP Tahun 2011 oleh BPK merupakan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang DPD dalam Pasal 22D ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), khususnya pengawasan atas pelaksanaan UU APBN, serta Pasal 224 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD).

Sumber :

Pembiayaan Defisit Anggaran

Pembiayaan Defisit Anggaran

Tulisan minggu ke -6
1.1. Dasar Hukum Pembiayaan Defisit Anggaran
Dasar hukum dalam pembiayaan defisit anggaran adalah :
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 (dan Undang-Undang APBN yang diterbitkan setiap tahun)
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit APBN dan Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Daerah
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.02/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan dan Mekanisme Pemantauan Defisit APBD
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.07/2009 Tentang Batas maksimal Kumulatif Deficit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Masing-masing Daerah, dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2010
1.2. Konsepsi Pembiayaan Defisit Anggaran
-  Pembiayaan defisit anggaran, adalah semua jenis pembiayaan yang digunakan untuk menutup defisit anggaran negara dalam APBN
- Pembiayaan dalam negeri, adalah semua pembiayaan yang berasal dari perbankan dan nonperbankan dalam negeri yang meliputi hasil privatisasi, penjualan aset perbankan dalam rangka program restrukturisasi, surat utang negara, dan dukungan infrastruktur.
- Surat utang negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.
- Dukungan infrastruktur adalah dukungan Pemerintah dalam bentuk kompensasi finansial dan/atau kompensasi dalam bentuk lain yang diberikan oleh Pemerintah kepada Badan Usaha melalui skema pembagian risiko dalam pelaksanaan proyek kerjasama penyediaan infrastruktur.
- Pembiayaan luar negeri bersih adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan utang/pinjaman luar negeri yang terdiri dari pinjaman program dan pinjaman proyek, dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok utang/pinjaman luar negeri.

a.       Pinjaman Luar Negeri
1.       Pinjaman program adalah nilai lawan rupiah dari pinjaman luar negeri dalam bentuk valuta asing yang dapat dirupiahkan.
2.       Pinjaman proyek adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan tertentu

-          Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
-          Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
-          Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
-          Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
-          Pendapatan Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
-          Belanja Daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
-          Defisit APBD adalah selisih kurang antara pendapatan daerah dan belanja daerah dalam tahun anggaran yang sama.
- Pinjaman Pemerintah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Pemerintah Pusat menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Pemerintah Pusat dibebani kewajiban untuk membayar kembali.


1.3. Sebab-sebab Terjadinya Defisit Anggaran
Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi
Untuk mempercepat pembangunan diperlukan investasi yang besar dan dana yang besar pula. Apabila dana dalam negeri tidak mencukupi, biasanya negara melakukan pilihan dengan meminjam ke luar negeri untuk menghindari pembebanan warga negara apabila kekurangan itu ditutup melalui penarikan pajak. Negara memang dibebani tanggung jawab yang besar dalam meningkatkan kesejahteraan warga negaranya. Beban ini meliputi pembangunan program-program, seperti:
a)      Program yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, seperti jalan, jembatan, listrik, pelabuhan, dll.
b)      Program yang berkaitan dengan Hankam.
c)      Pembangunan yang meliputi bidang hukum, seperti proyek-proyek pengadilan, lembaga pemasyarakatan, dll.
d)     Program bidang sosial, pendidikan dan kesehatan, seperti sekolah, rumah sakit, panti asuhan.
e)      Program yang berkaitan dengan pemerataan pendapatan, seperti program transmigrasi, pembangunan daerah, dll.
f)       Program yang menangani masalah kemiskinan, seperti PPK, P3DT, dsb.
Semuanya itu diperlukan biaya yang besar, dan diantaranya harus dilaksanakan oleh negara, terutama program nomor b, c, e, dan f, karena swasta/masyarakat tidak mungkin membangun program-program seperti itu.
Rendahnya Daya Beli Beli Masyarakat
Masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia yang mempunyai pendapatan per kapita rendah, dikenal mempunyai daya beli yang rendah pula. Sedangkan barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan, harganya sangat tinggi karena sebagian produksinya mempunyai komponen impor, sehingga masyarakat yang berpendapatan rendah tidak mampu membeli barang dan jasa tersebut. Barang dan jasa tersebut misalnya listrik, sarana transportasi, BBM, dan lain sebagainya. Apabila dibiarkan saja menurut mekanisme pasar, barang-barang itu pasti tidak mungkin terjangkau oleh masyarakat dan mereka akan tetap terpuruk. Oleh karena itu, negara memerlukan pengeluaran untuk mensubsidi barang-barang tersebut agar masyarakat miskin bisa ikut menikmati.
Pemerataan Pendapatan Masyarakat
Pengeluaran ekstra juga diperlukan dalam rangka menunjang pemerataan di seluruh wilayah. Indonesia yang mempunyai wilayah sangat luas dengan tingkat kemajuan yang berbeda-beda di masing-masing wilayah. Untuk mempertahankan kestabilan politik, persatuan dan kesatuan bangsa, negara harus mengeluarkan biaya untuk misalnya, pengeluaran subsidi transportasi ke wilayah yang miskin dan terpencil, agar masyarakat di wilayah itu dapat menikmati hasil pembangunan yang tidak jauh berbeda dengan wilayah yang lebih maju. Kegiatan itu misalnya dengan memberi subsidi kepada pelayaran kapal Perintis yang menghubungkan pulau-pulau yang terpencil, sehingga masyarakat mampu menjangkau wilayah-wilayah lain dengan biaya yang sesuai dengan kemampuannya.
Melemahnya Nilai Tukar
Indonesia yang sejak tahun 1969 melakukan pinjaman luar negeri, mengalami masalah apabila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya. Masalah ini disebabkan karena nilai pinjaman dihitung dengan valuta asing, sedangkan pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman dihitung dengan rupiah. Apabila nilai tukar rupiah menurun terhadap mata uang dollar AS, maka yang akan dibayarkan juga membengkak. Sebagai contoh APBN tahun 2000, disusun dengan asumsi kurs rupiah terhadap dollar AS sebesar Rp. 7.100,-, dalam perjalanan tahun anggaran telah mencapai angka Rp. 11.000,- lebih per US$ 1.00. Apa artinya ? Bahwa pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang diambil dari APBN bertambah, lebih dari apa yang dianggarkan semula.
Pengeluaran Akibat Krisis Global
Krisis global yang terjadi akhir-akhir ini menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia. Sedangkan penerimaan pajak menurun, akibat menurunnya sektor-sektor ekonomi sebagai dampak krisis itu, padahal negara harus bertanggung jawab untuk menaikkan daya beli masyarakat yang tergolong miskin. Dalam hal ini negara terpaksa mengeluarkan dana ekstra untuk program-program kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat terutama di wilayah pedesaan yang miskin itu.
Realisasi yang Menyimpang dari Rencana
Apabila realisasi penerimaan negara meleset dibanding dengan yang telah direncanakan, atau dengan kata lain rencana penerimaan negara tidak dapat mencapai sasaran seperti apa yang direncanakan, maka berarti beberapa kegiatan, proyek, atau program harus dipotong. Pemotongan proyek itu tidak begitu mudah, karena bagaimanapun juga untuk mencapai kinerja pembangunan, suatu proyek tidak bisa berdiri sendiri, tetapi ada kaitannya dengan proyek lain. Kalau hal ini terjadi, negara harus menutup kekurangan, agar kinerja pembangunan dapat tercapai sesuai dengan rencana semula.
Pengeluaran Karena Inflasi
Penyusunan anggaran negara pada awal tahun, didasarkan menurut standar harga yang telah ditetapkan. Harga standar itu sendiri dalam perjalanan tahun anggaran, tidak dapat dijamin ketepatannya. Dengan kata lain, selama perjalanan tahun anggaran standar harga itu dapat meningkat tetapi jarang yang menurun. Apabila terjadi inflasi, dengan adanya kenaikan harga-harga itu berarti biaya pembangunan program juga akan meningkat, sedangkan anggarannya tetap sama. Semuanya ini akan berakibat pada menurunnya kuantitas dan kualitas program, sehingga anggaran negara perlu direvisi. Anggaran negara yang telah tercantum terlalu rinci dalam dokumen anggaran (DIP, DIPP), pemimpin proyek sulit untuk bisa menyesuaikan apabila terjadi kenaikan harga barang yang melampaui harga standar. Untuk melaksanakan pembangunan proyek yang melampaui standar yang telah ditentukan, pemimpin proyek akan dipersalahkan oleh Badan Pengawas Keuangan, sebaliknya juga apabila pemimpin proyek terpaksa mengurangi volumenya. Akibatnya, negara terpaksa akan mengeluarkan dana untuk eskalasi dalam rangka menambah standar harga itu.
1.4. Dampak Defisit Ekonomi terhadap Ekonomi Makro
Mengapa kita membicarakan defisit? Dan mengapa defisit anggaran negara merupakan momok yang sangat ditakuti? Defisit anggaran itu ibaratnya seperti penyakit hipertensi yang dampaknya bisa mempengaruhi kerja jantung, ginjal, mata, otak, yang berakibat kelumpuhan. Demikian pula defisit anggaran juga berdampak pada beberapa variabel ekonomi makro, antara lain :
Dampak Terhadap Tingkat Bunga
Defisit anggaran ditandai dengan kurangnya pembiayaan pengeluaran negara karena kurangnya penerimaannya yang berasal dari pajak. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam meningkatkan anggaran pembangunan maupun rutin, Negara memerlukan penambahan modal, yang berarti permintaan terhadap uang meningkat. Bunga, yang merupakan harga modal itu, akan mengalami tingkat keseimbangan yang lebih tinggi, atau tingkat bunga akan meningkat.
Dampak Terhadap Neraca Pembayaran
Dalam ekonomi terbuka, defisit anggaran dapat mempengaruhi posisi ekspor dan impor dari dan ke manca negara. Dengan meningkatnya tingkat bunga, investasi dalam negeri akan menurun, yang berarti peluang modal asing cenderung masuk mengalir ke dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan investasi dalam negeri. Apabila ini terjadi, maka deficit anggaran mempunyai dua dampak yang berkaitan, yaitu : pertama, defisit anggaran akan meningkatkan defisit neraca pembayaran; kedua, dengan membengkaknya defisit neraca pembayaran, akan menurunkan nilai tukar dalam negeri terhadap mata uang asing. Sehingga menurunnya nilai rupiah terhadap valuta asing selama ini bukan saja disebabkan karena faktor psikologis, tetapi juga faktor teknis.
Dampak Terhadap Tingkat Inflasi
Pengeluaran negara yang melebihi penerimaannya berarti anggaran negara itu ekspansif, artinya ada kecenderungan terhadap kenaikan harga-harga umum (inflasi). Mengapa, karena pengeluaran negara yang digunakan untuk pembangunan proyek-proyek dengan biaya besar dan berjangka lama, selama dalam pembangunan belum dapat menghasilkan dalam waktu yang cepat, tetapi sebaliknya, negara telah melakukan pengeluaranpengeluaran, antara lain untuk upah buruh yang berakibat meningkatnya daya beli masyarakat. Dengan meningkatnya daya beli masyarakat di satu pihak, dan belum ada output yang dihasilkan di lain pihak, akan mendorong harga-harga umum akan meningkat, yang dampaknya adalah pada inflasi. Dalam masa pembangunan yang menggebu-gebu sulit bisa dihindarkan keadaan inflasi ini.
Dampak Terhadap Konsumsi dan Tabungan
Inflasi yang diakibatkan karena defisit anggaran negara itu akan mengurangi pendapatan riil masyarakat. Pengurangan pada pendapatan riil masyarakat itu akan berakibat pada pengurangan baik konsumsi maupun tabungan. Tabungan sangat penting sekali untuk mendorong investasi. Apabila pendapatan riil ini menurun, berarti tingkat konsumsi dan tabungan riil juga menurun, padahal tingkat tabungan riil itu akan berpengaruh terhadap tingkat investasi. Dengan menurunnya tingkat tabungan tersebut, tingkat investasi juga menurun.
Dampak Terhadap Penggangguran
Pengganguran berarti penurunan tingkat kesempatan kerja. Kesempatan kerja tergantung pada besarnya investasi yang dilakukan baik oleh negara maupun masyarakat. Naiknya tingkat bunga akibat dari anggaran negara yang defisit itu, akan berdampak menurunnya gairah untuk investasi, yang berarti banyak proyek-proyek maupun perluasan proyek yang sudah ada tidak dapat dibangun, sehingga berakibat pada pemecatan tenaga kerja atau kurangnya tenaga kerja baru yang masuk dalam lapangan kerja. Dengan demikian defisit anggaran ini juga secara langsung berakibat pada kenaikan peningkatan tingkat penggangguran.
Dampak Terhadap Tingkat pertumbuhan
Pertumbuhan yang meningkat adalah akibat dari meningkatnya investasi, baik dari Negara maupun masyarakat. Peningkatan investasi itu bisa terjadi, kecuali disebabkan oleh situasi keamanan yang kondusif, juga tingkat bunga yang rendah. Tetapi apabila perubahan variabel-variabel tersebut berlawanan dengan yang disebutkan diatas, terutama tingkat bunga yang tinggi akibat defisit anggaran, maka tingkat pertumbuhan yang tinggi tidak akan tercapai atau dapat dikatakan defisit anggaran itu juga mengakibatkan pada penurunan tingkat pertumbuhan.
1.5. Kebijakan Pemerintah menutup defisit anggaran
Dalam rangka menutup defisit anggaran tersebut, akan dilakukan langkah-langkah kebijakan guna memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah dan tingkat risiko yang dapat ditolerir. Langkah-langkah
2.5.1. Kebijakan dalam pembiayaan dalam negeri
kebijakan di sisi pembiayaan dalam negeri tersebut akan ditempuh antara lain dengan:
l melakukan pengelolaan portofolio surat utang negara (SUN) melalui langkah-langkah pembayaran bunga dan pokok obligasi negara secara tepat waktu, penerbitan SUN dalam mata uang rupiah dan mata uang asing, penukaran utang (debt switching) serta pembelian kembali(buyback) obligasi negara;
l melanjutkan kebijakan privatisasi yang pelaksanaannya dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku di pasarmodal;
l memanfaatkan dana eks moratorium untuk membiayai program rekonstruksi dan rehabilitasi NAD-Nias;
l menggunakan sebagian dana simpanan pemerintah; dan
l memberikan dukungan dana bagi percepatan pembangunan infrastruktur dalam rangka kemitraanPemerintah-Swasta.
2.5.2. Kebijakan dalam pembiayaan luar negeri
Langkah-langkah yang ditempuh antara lain meliputi:
l Mengamankan pinjaman luar negeri yang telah disepakati dan rencana penyerapan pinjaman luar negeri, baik pinjaman program maupun pinjaman proyek, dan
l Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri yang sudah jatuh tempo.
l Dalam rangka membiayai pembiayaan defisit anggaran, Pemerintah akan mengedepankan prinsip kemandirian, dengan lebih memprioritaskan pendanaan yang bersumber dari dalam negeri. Pendanaan dari luar negeri akan dilakukan lebih selektif dan berhati-hati, dengan mengupayakan beban pinjaman yang paling ringan melalui penarikan pinjaman dengan tingkat bunga yang rendah dan tenggang waktu yang panjang, dan tidak mengakibatkan adanya adanya ikatan politik, serta diprioritaskan untuk membiayai kegiatankegiatan yang produktif.
2.5.3. Kebijakan dari Sisi Pengeluaran:
Mengurangi subsidi
Yaitu bantuan yang diambil dari anggaran negara untuk pengeluaran yang sifatnya membantu konsumen untuk mengatasi tingginya harga yang tidak terjangkau oleh mereka agar tercipta kestabilan politik dan sosial lainnya, misalnya subsidi pupuk, subsidi bahan bakar minyak (BBM), subsidi listrik, dan lain sebagainya. Pada prinsipnya negara memberikan subsidi terhadap suatu barang, karena barang itu dianggap harganya terlalu tinggi dibanding dengan kemampuan daya beli masyarakat. Agar tidak terjadi gejolak di masyarakat, maka negara mengeluarkan dana untuk mensubsidi barang tersebut. Subsidi itu dilakukan dengan beberapa cara, misalnya : i). memberikan subsidi kepada konsumen dengan cara memberikan subsidi harga barang-barang yang dikonsumsi; ii). memberikan subsidi kepada produsen, yaitu memberikan subsidi pada bahan baku yang dipergunakan untuk memproduksi barang tersebut. Kalau pengeluaran subsidi itu dikurangi akan berakibat pada kenaikan harga barang yang diberi subsidi itu.
Penghematan pada setiap pengeluaran baik pengeluaran rutin maupun pembangunan
Penghematan pada pengeluaran rutin dilakukan oleh departemen teknis, misalnya untuk pengeluaran listrik, telepon, alat tulis, perjalanan dinas, rapat-rapat, seminar, dan sebagainya tanpa mengurangi kinerja dari departemen teknis yang bersangkutan.
Menseleksi sebagian pengeluaran-pengeluaran pembangunan
Pengeluaran pembangunan yang berupa proyek-proyek pembangunan diseleksi menurut prioritasnya, misalnya proyek-proyek yang cepat menghasilkan. Proyek-proyek yang menyerap biaya besar dan penyelesaiannya dalam jangka waktu yang lama, sementara ditunda pelaksanaannya.
Mengurangi pengeluaran program-program yang tidak produktif dan tidak efisien
Program-program semacam itu adalah program-program yang tidak mendukung pertumbuhan sektor riil, tidak mendukung kenaikan penerimaan pajak, dan tidak mendukung kenaikan penerimaan devisa. Pemotongan program-program ini harus dilakukan dengan hati-hati. Pemotongan pengeluaran tanpa memperbaiki produktivitas program, berarti akan ada kecenderungan akan menurunnya kualitas dan kuantitas output.
1.6. Ketentuan Batas Kumulatif Defisit APBN dan Pinjaman
Dalam hal defisit anggaran ini ada pedoman atas batas kumulatif defisit anggaran  yaitu :
Jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD dibatasi tidak melebihi 3% (tiga persen) dari PDB tahun bersangkutan.
Jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dibatasi tidak melebihi 60% (enam pu-luh persen) dari PDB tahun bersangkutan.
Jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah total pinjaman Pemerintah Pusat setelah dikurangi pinjaman yang diberikan kepada Pemerintah Daerah ditambah total pinjaman seluruh Pemerintah Daerah setelah dikurangi pinjaman yang diberikan kepada Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah lain.
Batas maksimal pinjaman seluruh Pemerintah Daerah untuk tahun anggaran berikutnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setiap tahun paling lambat dalam bulan Agustus dengan memperhatikan keadaan dan prakiraan perkembangan perekonomian nasional.
Dalam hal jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD tidak melebihi 3% (tiga persen) dari PDB dan/atau jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tidak melebihi 60% (enam puluh persen) dari PDB:
Pemerintah Pusat dapat melakukan pinjaman baik dalam negeri maupun luar negeri.
Pemerintah Daerah dapat melakukan pinjaman baik dari Pemerintah Pusat maupun dari sumber lainnya.
Pinjaman Daerah yang bersumber dari luar negeri, dilakukan melalui mekanisme penerusan pinjaman.
Pelaksanaan pinjaman Pemerintah Daerah dari Pemerintah Pusat maupun dari sumber lainnya sebagaimana dimaksud diatas  dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Net Pinjaman Pemerintah Pusat
Total Pinjaman Pemerintah Pusat dikurangi Piutang kepada Pemerintah Daerah
Net Pinjaman Pemerintah Daerah
Total Pinjaman Pemerintah Daerah dikurangi Piutang kepada Pemerintah Pusat dan/atau Piutang kepada Pemerintah Daerah lainnya.
Jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Net Pinjaman Pemerintah Pusat ditambah Net Pinjaman Pemerintah Daerah
Daerah dapat melebihi Batas Maksimal Defisit APBD setelah mengajukan permohonan dan mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan dengan pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri. Persetujuan Menteri Keuangan didasarkan pada ketentuan sebagai berikut:
Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD tidak terlampaui; dan
Terpenuhinya persyaratan peruntukan pinjaman, jumlah kewajiban pinjaman dan kemampuan keuangan daerah.
Tata cara pengajuan permohonan persetujuan melebihi Batas Maksimal Defisit APBD dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
Pemerintah Daerah mengajukan permohonan persetujuan melebihi Batas Maksimal Defisit APBD kepada Menteri Keuangan, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dan kepada Menteri Dalam Negeri, Direktur Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah dengan disertai kelengkapan data yang memuat alasan melebihi Batas Maksimal Defisit APBD.
Permohonan persetujuan melebihi Batas Maksimal Defisit APBD diajukan setelah adanya persetujuan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD atas Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
Persetujuan melebihi Batas Maksimal Defisit APBD merupakan dokumen yang tidak terpisahkan dalam pelaksanaan Pinjaman Daerah bagi daerah yang melampaui Batas Maksimal Defisit APBD.
Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah memberikan pertimbangan kepada Menteri Keuangan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya surat permohonan dari daerah.
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan memberikan persetujuan/ penolakan atas permohonan dari daerah paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya surat pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri.
Apabila Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah tidak memberikan pertimbangan dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan memberikan persetujuan/ penolakan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya surat permohonan dari daerah.
Persetujuan/penolakan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas pelampauan Batas Maksimal Defisit APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 tidak menjadi dokumen yang dipersyaratkan dalam proses evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
1.7. Kriteria pembiayaan Defisit APBD
APBD suatu daerah dapat defisit dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
Sumber pembiayaan untuk menutup defisit APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, terdiri dari:
a. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA);
b. Dana Cadangan;
c. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
d. Penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan
e. Pinjaman Daerah.
Batas maksimal defisit APBD sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.02/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan dan Mekanisme Pemantauan Defisit APBD tidak termasuk:
a. Defisit yang dibiayai dari SiLPA;
b. Defisit yang dibiayai dengan pencairan Dana Cadangan
1.8. Pemantauan Defisit Anggaran
Pemerintah Daerah wajib melaporkan posisi defisit APBD kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri paling lambat 1 (satu) bulan setelah APBD ditetapkan.
Pemerintah Daerah yang melakukan perubahan APBD, wajib melaporkan posisi defisit APBD paling lambat 1 (satu) bulan setelah APBD Perubahan ditetapkan.
Pemerintah Daerah wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman daerah dan kewajiban pinjaman daerah kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri setiap semester dalam tahun anggaran berjalan, paling lambat satu bulan setelah berakhirnya periode semester yang bersangkutan.
Format laporan posisi kumulatif pinjaman daerah dan kewajiban pinjaman daerah sebagaimana dimaksud pada poin sebelumnya tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.02/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan dan Mekanisme Pemantauan Defisit APBD.
Menteri Keuangan memantau perkembangan posisi defisit APBD dan pinjaman daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pemantauan perkembangan posisi defisit APBD dan pinjaman daerah sebagaimana dimaksud dalam poin sebelumnya meliputi:
a. analisis, penelaahan dan evaluasi terhadap laporan posisi defisit APBD dan pinjaman daerah;
b.  penyajian, pelaporan dan publikasi informasi posisi defisit APBD dan pinjaman daerah; dan
c.  lain-lain tugas yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Dengan memperhatikan keadaan dan perkiraan perkembangan perekonomian nasional, Menteri Keuangan setiap bulan Agustus menetapkan batas maksimal pinjaman Pemerintah Daerah secara keseluruhan untuk tahun anggaran berikutnya.
Sanksi
Menteri Keuangan dapat mengenakan sanksi berupa penundaan penyaluran Dana Perimbangan dalam hal Pemerintah Daerah melanggar batas maksimal defisit APBD masing-masing daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.02/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan dan Mekanisme Pemantauan Defisit APBD
Pengenaan sanksi
a.        Ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri.
b.       Dilaksanakan secara efektif pada penyaluran Dana Perimbangan bulan berikutnya setelah tanggal penetapan sanksi.
c.        Mengikuti mekanisme penyaluran Dana Perimbangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sumber :