Blogger Backgrounds

Minggu, 06 Oktober 2013

Paragraf Deduktif
Melemahnya Nilai Tukar Rupiah

Nilai tukar rupiah saat ini terhadap mata uang dolar AS sedang melemah. Hal yang sama juga dialami oleh mata uang beberapa negara berkembang lainnya. Selain itu Indonesia juga mengalami pelemahan pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Melemahnya nilai tukar rupiah disebabkan oleh melemahnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Eropa dampak dari penghentian stimulus Fiskal dan bank sentral Amerika Serikat (The Fed). Saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah mencapai Rp 11.450,00.- . Hal ini menyebabkan melemahnya pertumbuhan ekonomi. Rupiah kini menjadi mata uang Asia yang terlemah kedua setelah rupee India.

            Rupiah melemah karena penawaran atasnya tinggi dan permintaan atasnya rendah. Jadi nilai tukar sebuah mata uang ditentukan oleh relasi penawaran dan permintaan atas mata uang itu sendiri. Jika permintaan atas sebuah mata uang meningkat, sementara penawaran tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang tersebut akan meningkat, begitupun sebaliknya. Faktor yang menyebabkan penawaran atas Rupiah tinggi sedangkan permintaan atas Rupiah rendah yaitu:
1.      Keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari indonesia. Ini adalah akibat dari rencana pengurangan Quantitative Easing (QE) oleh The Fed Hal ini dapat dilihat dari IHSG yang menurun.
2.      Neraca nilai perdagangan yang Indonesia mengalami defisit. Artinya adalah ekspor lebih kecil dari pada impor. Ekspor akan menyebabkan meningkatnya permintaan atas mata uang Rupiah, karena dalam ekspor terjadi pertukaran mata uang negara yang dituju dengan mata uang eksportir. Pertukaran yang terjadi karena eksportir membutuhkan hasil akhir ekspor dalam bentuk mata uang negara Indonesia agar dapat digunakan dalam usahanya. Dan pada tahun 2013 Indonesia telah mengalami defisit neraca perdagangan sebesar US$ 3,3 miliar. Defisit neraca perdagangan Indonesia terbesar disebabkan oleh importasi minyak Indonesia.

Dampak dari melemahnya nilai tukar Rupiah adalah meningkatnya harga komoditi barang impor baik itu konsumsi maupun alat produksi (bahan baku dan barang modal). Kenaikan harga tersebut dikarenakan komoditi impor dipatok dengan mata uang negara asalnya. Dengan naiknya harga-harga barang maka akan menyebabkan terjadinya inflasi berdasarkan informasi yang didapat inflasi pada bulan Agustus mencapai 1,24%. Naiknya harga barang impor akan merugikan pihak konsumen jika tidak dapat mengimbanginya dengan pendapatan yang mereka terima, lalu pihak usahawan yang alat-alat produksinya terutama bahan bakunya semua impor. Selain meningkatnya harga barang impor dampak yang terjadi akibat menurunnya nilai tukar Rupiah menyebabkan naikknya nominal Rupiah dari hutang luar negeri. Naiknya nominal Rupiah dari hutang luar negeri akan berdampak pada:

1.      Hutang swasta.
2.      Hutang Pemerintah.
Hutang pemerintah akan memberi dampak pada Anggaran Pedapatan Belanja Negara(APBN) yang akan mengurangi atau mencabut subsidi oleh rakyat dampaknya juga akan terkena dan dirasakan oleh rakyat.
3.      Meningkatnya penawaran atas Rupiah.
Negara Indonesia harus menukarkan mata uang Rupiah dengan mata uang pembayaran hutang yang mengakibatkan nilai tukar Rupiah semakin melemah.

Namun tidak semua dirugikan akibat melemahnya nilai mata uang Rupiah beberapa sektor usaha yang dapat mendapat untung dari melemahnya nilai tukar Rupiah ini. Sektor tersebut adalah pengusaha ekspor yang bahan bakunya sebagian besar berasal dari dalam negeri contohnya adalah eksportir kakao di Sulawesi Selatan, dan para pengusah ekspor yang sudah bertransaksi dengan menggunakan mata uang dolar AS.
Langkah yang diambil oleh pemerintah untuk menstabilkan perekonomian Indonesia akibat melemahnya nilai tukar melalui Rapat Dewan Gubernur adalah:
1.      Menaikkan BI Rate sebesar 7%, suku bunga Lending Facility (LF) sebesar 7%, dan suku bunga Deposit Facility (DF) sebesar 5,25%.
2.      Memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah sejalan dengan kondisi fundamental perekonomian Intervensi ganda melalui pasokan valas dan pembelian SBN dari pasar sekunder terus dilanjutkan secara terukur.
3.      Memperkuat pengelolaan likuiditas di pasar uang dan perbankan agar tetap terjaga untuk mendukung stabilitas pasar keuangan, industri perbankan, dan stbilitas sistem keuangan secara keseluruhan.
4.      Memperkuat kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan kredit dan manajemen risiko perbankan.
5.      Memperkuat kerjasama antar bank sentral dalam kebijakan moneter dan stabilitas keuangan.   

sumber : http://lipsus.kontan.co.id/v2/finansial_investasi/read/151/Ekonomi-Indonesia-di-antara-defisit-inflsi-dan-Pemilu





Paragraf Induktif
Melemahnya Nilai Tukar Rupiah

Melemahnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Eropa dampak dari penghentian stimulus Fiskal dan bank sentral Amerika Serikat (The Fed). Dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Eropa membuat terjadinya krisis global. Dampaknya sangat terasa dinegara-negara yang sedang berkembang cepat. Indonesia pun tidak  luput terkena imbasnya yang menyebabkan melemahnya pertumbuhan ekonomi. Dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Eropa yang mengakibatkan nilai tukar rupiah menjadi Rp 11.450,00.-. Dan menjadikan Rupiah kini menjadi mata uang Asia yang terlemah kedua setelah rupee India. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa  Nilai tukar rupiah saat ini terhadap mata uang dolar AS sedang melemah.

Nilai tukar sebuah mata uang ditentukan oleh relasi penawaran dan permintaan atas mata uang itu sendiri. Jika permintaan atas sebuah mata uang meningkat, sementara penawaran tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang tersebut akan meningkat, begitupun sebaliknya. Faktor yang menyebabkan penawaran atas sebuah mata uang tinggi sedangkan permintaan atas uang tersebut rendah yaitu:
1.      Keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari indonesia. Ini adalah akibat dari rencana pengurangan Quantitative Easing (QE) oleh The Fed Hal ini dapat dilihat dari IHSG yang menurun.
2.      Neraca nilai perdagangan yang Indonesia mengalami defisit. Artinya adalah ekspor lebih kecil dari pada impor. Ekspor akan menyebabkan meningkatnya permintaan atas mata uang Rupiah, karena dalam ekspor terjadi pertukaran mata uang negara yang dituju dengan mata uang eksportir. Pertukaran yang terjadi karena eksportir membutuhkan hasil akhir ekspor dalam bentuk mata uang negara Indonesia agar dapat digunakan dalam usahanya. Dan pada tahun 2013 Indonesia telah mengalami defisit neraca perdagangan sebesar US$ 3,3 miliar. Defisit neraca perdagangan Indonesia terbesar disebabkan oleh importasi minyak Indonesia.
Jadi berdasarkan uraian yang ada datas dapat dikatakan penawaran atasnya tinggi dan permintaan atasnya rendah merupakan penyebab melemahnya nilai mata uang Rupiah. 

Akhir-akhir ini terjadi peningkatan harga komoditi barang impor baik itu konsumsi maupun alat produksi (bahan baku dan barang modal). Kenaikan harga tersebut dikarenakan komoditi impor dipatok dengan mata uang negara asalnya. Dengan naiknya harga-harga barang maka akan menyebabkan terjadinya inflasi berdasarkan informasi yang didapat inflasi pada bulan Agustus mencapai 1,24%. Naiknya harga barang impor akan merugikan pihak konsumen jika tidak dapat mengimbanginya dengan pendapatan yang mereka terima, lalu pihak usahawan yang alat-alat produksinya terutama bahan bakunya semua impor. Selain itu adanya peningkatan nominal Rupiah dari hutang luar negeri. Naiknya nominal Rupiah dari hutang luar negeri akan berdampak pada:
1.      Hutang swasta.
2.      Hutang Pemerintah.
Hutang pemerintah akan memberi dampak pada Anggaran Pedapatan Belanja Negara(APBN) yang akan mengurangi atau mencabut subsidi oleh rakyat dampaknya juga akan terkena dan dirasakan oleh rakyat.
3.      Meningkatnya penawaran atas Rupiah.
Negara Indonesia harus menukarkan mata uang Rupiah dengan mata uang pembayaran hutang yang mengakibatkan nilai tukar Rupiah semakin melemah.
Semua masalah yang terjadi mulai dari meningkatnya harga barang-barang impor dan meningkatnya nominal Rupiah dari hutang luar negeri merupakan dampak dari melemahnya nilai tukar rupiah yang berimbas kesemua sektor.

Sektor pengusaha ekspor yang bahan bakunya sebagian besar berasal dari dalam negeri misalnya adalah eksportir kakao di Sulawesi Selatan, dan para pengusah ekspor yang sudah bertransaksi dengan menggunakan mata uang dolar AS. Contoh eksportir tersebut adalah eksportir yang tidak dirugikan melainkan mendapatkan keuntungan dari melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS.

Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan pada tanggal 29 Agustus 2013 Dewan Gubernur memutuskan :
1.      Menaikkan BI Rate sebesar 7%, suku bunga Lending Facility (LF) sebesar 7%, dan suku bunga Deposit Facility (DF) sebesar 5,25%.
2.      Memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah sejalan dengan kondisi fundamental perekonomian Intervensi ganda melalui pasokan valas dan pembelian SBN dari pasar sekunder terus dilanjutkan secara terukur.
3.      Memperkuat pengelolaan likuiditas di pasar uang dan perbankan agar tetap terjaga untuk mendukung stabilitas pasar keuangan, industri perbankan, dan stbilitas sistem keuangan secara keseluruhan.
4.      Memperkuat kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan kredit dan manajemen risiko perbankan.
5.      Memperkuat kerjasama antar bank sentral dalam kebijakan moneter dan stabilitas keuangan.
Langkah diatas merupakan langkah yang diambil oleh pemerintah untuk menstabilkan perekonomian Indonesia akibat melemahnya nilai tukar.